Introduction
Pernahkah kita melihat air menggenang di jalan raya, tetapi ketika kita dekati air tersebut tidak ada. Bagi yang sering berkendara tentu akan sering mengalami peristiwa ini ditengah panas yang terik. Sebuah peristiwa yang cukup menarik bukan? kemana air itu pergi? atau apakah air tersebut benar-benar ada di sana saat posisi kita masih jauh dan menghilang begitu saja ketika kita mendekatinya? Ternyata tidak. Lalu, apa sebenarnya yang terjadi?
FATAMORGANA
Yak, Perhatikan gambar berikut..
Sumber Gambar |
Lihatlah gambar diatas. Terdapat semacam genangan air di jalan raya tersebut. Itu adalah peristiwa fatamorhana. Lalu, bagaimana peristiwa tersebut bisa terjadi? Sebelum itu, kita akan mulai dari peristiwa yang lebih sederhana yaitu pembiasan.
Pembiasan pada prisma
Seperti yang pernah dilakukan pada peristiwa pembiasan. Ketika seberkas cahaya melewati sebuah prisma, maka akan terjadi penguraian tergantung panjang gelombang dari masing-masing cahaya penyusunnya.
Cahaya merah mengalami pembelokan yang paling kecil. Sedangkan, warna biru dan ungu mengalami pembelokan cahaya yang paling besar pada prisma. Sebenarnya mengapa cahaya-cahaya tersebut berbelok? Kita sudah mengetahui apa yang terjadi ketika cahaya dilewatkan dua medium dengan kerapatan yang berbeda. Cahaya akan bergerak mendekati atau menjauhi garis normal. Tergantung apakah cahaya bergerak dari medium rapat ke kurang rapat atau cahaya bergerak dari medium kurang rapat ke rapat. Contoh dari peristiwa nyata dari pembiasan adalah ketika memasukkan pensil ke dalam gelas berisi air. Ketika dilihat dari depan, pensil terlihat bengkok. Hal itu karena cahaya bergerak dari medium yang kurang rapat (udara) ke medium yang lebih rapat (air).
Oke, dari deskripsi singkat tersebut kita memahami peristiwa dari pembiasan.
Sekarang, kita akan sedikit lebih mendalami apa yang disebut bergerak mendekati garis normal dan bergerak menjauhi garis normal.
Kita sudah mengetahui garis normal dari peristiwa pemantulan. Yup, hukum Snellius. Jika belum paham, mungkin bisa dibaca ulang mengenai materi tersebut. Kita akan langsung melompat ke pokok bahasan lain.
Gambar kanan menunjukkan cahaya menjauhi garis normal. Sedangkan gambar kiri menunjukkan cahaya bergerak mendekati garis normal.
Nah sekarang kita mulai dengan sesuatu yang lebih kompleks. Ketika udara mendapatkan kalor, maka udara akan menempati ruang yang lebih banyak dibandingkan ketika dalam kondisi tidak mendapatkan kalor. (Dengan kata lain, ketika diberikan kalor, massa jenisnya menjadi kecil). Bagaimana dengan kerapatan antar partikelnya? Tentu saja jarak antar partikelnya menjadi lebih renggang bukan? Jika kita hubungkan dengan konsep kerapatan yang sebelumnya, apakah udara yang panas memiliki kerapatan yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan udara normal? Tentu saja jawabannya adalah "Tidak". Hal tersebut karena udara panas justru memiliki kerapatan yang rendah karena jarak antar partikelnya yang longgar.
Baiklah, kita sudah memahami konsep dasarnya, kita akan mulai menjawab bagaimana Fatamorgana Jalanan bisa terjadi?
Dari gambar tersebut, dapat terlihat perjalanan sinar pada fatamorgana jalanan (warna hijau). Cahaya digambarkan bergerak dari kiri ke kanan. Ketika siang hari, aspal akan membuat udara di atasnya menjadi lebih panas. Akibatnya, kerapatan udara di atas aspal lebih kecil dibandingkan udara yang ada di atasnya lagi. Dampaknya adalah, sekarang ada dua lapisan udara yaitu lapisan pertama adalah udara di atas aspal dan yang kedua adalah udara diatasnya yang memiliki karateristik dan suhu seperti udara pada umumnya. Ketika cahaya melewati dua lapisan udara tersebut akan terjadi pembelokan menjauhi garis normal karena cahaya bergerak dari daerah yang lebih rapat ke daerah yang kurang rapat. Karena pada dasarnya tidak ada batasan yang jelas mana udara yang lebih rapat dengan mana udara yang lebih renggang, maka garis normal pun juga tidak masalah dibuat miring (asal tidak sampai terbalik). Dampaknya adalah cahaya tidak akan membentur aspal, tetapi seakan-akan berbelok menuju mata penerima cahaya. Walau terjadi "pembelokan", sudut yang dihasilkan relatif kecil. Itulah alasannya fatamorgana hanya dapat dilihat pada jarak tertentu yang cukup jauh.
Pemanasan udara oleh aspal atau permukaan jalan menjadi syarat terjadinya peristiwa ini. Oleh sebab itu, fatamorgana umumnya terjadi pada saat siang hari terik. Karena jika panas yang diterima jalan tidak cukup, maka "pembelokan" yang terjadi tidak akan sempurna atau cahaya justru menabrak aspal.
Lalu, mengapa seperti air? mengapa fatamorgana tidak tampak seperti api mengingat terjadi karena adanya panas?
Pertanyaan yang menarik, kita sudah tahu mengenai pembiasan pada prisma sebelumnya. Warna yang mengalami pembelokan paling besar adalah ungu dan biru. Sedangkan warna merah, jingga, kuning, dan lain-lain mengalami pembelokan cahaya yang lebih kecil dibandingkan warna biru dan ungu. Aplikasinya, ketika terjadi pembelokan akibat kerapatan medium, warna-warna lain tidak membelok setajam biru dan ungu. Akibatnya, sebagian besar cahaya-cahaya tersebut justru membentur aspal (lintasan) dari pada berbelok seperti peristiwa fatamorgana yang tadi dijelaskan. karena warna yang sampai pada mata adalah warna biru dan ungu, maka otak kita mengintrepretasikan seolah-olah itu adalah air.
Begitu......